Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pesekutuan Yang Intim Dengan Tuhan

Tahukah kita bahwa tujuan Tuhan menebus dosa kita bukanlah sekedar agar kita masuk ke Surga, tetapi untuk memiliki persekutuan yang intim denganNya. Seperti ada peribahasa mengatakan, yang terpenting bukanlah dimana kita berada namun dengan siapa kita berada. Oleh karena itulah Tuhan berkata “ditempat dimana Aku berada, kamu pun berada”.

Yohanes 14:3 Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada.

Dari sini kita belajar betapa pentingnya memilki persekutuan yang intim dengan Tuhan. Karena untuk itulah Tuhan datang kedunia menebus dosa manusia. Tuhan rela melakukan segalanya hanya untuk dapat kembali bersekutu dengan manusia. 

Membangun persekutuan yang intim dengan Tuhan merupakan suatu dasar agar kita dapat hidup berjalan bersama dengan Tuhan. Sebab tidak mungkin dua orang berjalan bersama jika tidak memiliki suatu relasi yang dekat. Tidak mungkin berjalan bersama tanpa saling mengenal. Tidak mungkin bersama tanpa adanya satu tujuan yang sama. Dan semuanya itu hanya bisa didapat ketika kita memiliki persekutuan yang intim dengan Tuhan.

Amos 3:3 Berjalankah dua orang bersama-sama, jika mereka belum berjanji? 

Dalam terjemahan Alkitab New English Translation, kata “belum berjanji” pada ayat tersebut diartikan sebagai belum bertemu. Sedangkan dalam terjemahan Yunani dapat diartikan “tidak saling mengenal”. Dengan demikian, Alkitab sendiri mengajarkan kepada kita bahwa berjalan bersama selalu diawali oleh sebuah pertemuan dan perkenalan kemudian memiliki hubungan yang dekat baru berjalan bersama.

Demikian juga dengan berjalan bersama Tuhan harus diawali dengan sebuah perjumpaan secara pribadi kemudian saling mengenal dan memiliki relasi yang dekat, bergaul karib dan memiliki persekutuan yang intim. Oleh sebab itu, sebelum kita melangkah bersama Tuhan, kita perlu memastikan terlebih dahulu apakah kita sudah memiliki persekutuan yang intim dengan Tuhan atau belum.

Kita akan belajar mengenai persekutuan yang intim dengan Tuhan dari kisah perumpamaan mengenai anak yang hilang. Dalam perumpamaan itu Tuhan Yesus sedang mengajarkan kepada kita bagaimana memiliki persekutuan yang dekat dengan Tuhan. Dalam kisah tersebut hubungan kita dengan Tuhan diumpamakan seperti hubungan seorang Bapa dengan anaknya. 

Ada dua orang anak yang diceritakan disana, yaitu si anak bungsu dan si anak sulung. Masing-masing anak memiliki hubungan yang berbeda dengan Bapanya dan menjadi sebuah penggambaran bagi kita. Kita akan belajar tentang apa saja hal yang seringkali merusak persekutuan kita dengan Tuhan dan bagaimana cara memperbaiki persekutuan yang rusak itu?

BELAJAR DARI PERUMPAMAAN ANAK YANG HILANG

Dari relasi kedua anak dalam perumpamaan itu kita akan belajar beberapa hal yang dapat merusak sebuah relasi dengan Tuhan. Tetapi sekaligus kita akan belajar tentang hal-hal yang dapat kita lakukan untuk memperbaiki hubungan kita dengan Tuhan.

Kalau kita ditanya siapakah anak yang hilang dari perumpamaan tersebut, sebagian besar orang akan menjawab si anak bungsu lah si anak yang hilang itu. Namun, apabila kita cermati sebenarnya kedua anak ini memiliki persoalan dalam relasinya terhadap bapa mereka. Keduanya mengalami hubungan yang tidak baik dengan bapanya. Lalu hal apa yang merusak hubungan kedua anak ini dengan bapanya?

HUBUNGAN SI BUNGSU DENGAN BAPANYA

Hal yang merusak hubungan si bungsu dengan Bapanya adalah ketika si bungsu lebih berfokus kepada harta duniawi. Anak bungsu ini lebih menginginkan harta dunia dibanding dengan bapanya. Hal inilah yang menjadi pemicu bagi dia untuk segera meminta harta warisan dari bapanya bahkan selagi bapanya masih hidup.

Lukas 15:12 Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka.

Si anak bungsu lebih mencintai hartanya daripada pribadi bapanya. Dia tidak peduli apakah bapanya akan sedih, kecewa atau bahkan marah. Baginya asalkan dia mendapat harta, itu akan menyenangkan. Dia bisa pergi bebas kemana saja dengan harta itu, tanpa perlu memikirkan lagi pekerjaan bapanya yang selama ini harus dia bantu mengerjakannya.

Lukas 15:13 Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya.

Pelajarannya bagi kita adalah seringkali kita berlaku sama seperti si anak bungsu. Lebih mencintai harta dunia dibandingkan Tuhan, lebih mencintai berkat daripada sang pemberi berkat, mau masuk surga tetapi tidak menginginkan sang pemilik surga itu. Seorang berdoa meminta berkat dan kelimpahan kepada Tuhan, namun ketika diberi dia justru pergi jauh dan meninggalkan Tuhan.

Ketika kita tidak berusaha mengejar persekutuan dengan Tuhan lebih dari kita berusaha mengejar berkat Tuhan, disitulah sebenarnya kita sudah mulai berlaku seperti si anak bungsu. Ketika untuk mengejar harta engkau rela melakukan segalanya, namun untuk sekedar berdoa engkau masih bermalas-malasan atau bahkan sekedar tidak se-antausias ketika engkau mengejar harta, disitulah kita berlaku seperti si anak bungsu.

Apabila hal ini diteruskan dan kita tidak segera menyadarinya, maka cepat ataupun lambat kita akan jauh dari Tuhan dan meninggalkan Tuhan. kita akan kehilangan persekutuan dengan Tuhan dan menjadi terhilang.

Bersyukur jika Tuhan tidak menghentikan kisah perumpamaan tersebut sampai disitu saja. Namun Tuhan melanjutkan kisah tersebut sebagai jawaban agar kita dapat kembali memilki persekutuan yang intim dengan Tuhan. Cerita berlanjut dengan beberapa hal yang dilakukan si bungsu sehingga dia dapat kembali kepada bapanya. Namun sebelumnya kita akan melihat bagaimana hubungan antara si sulung dengan bapanya.

HUBUNGAN SI SULUNG DENGAN BAPANYA

Hubungan si sulung dengan bapanya tampak baik-baik saja diawal kisah perumpamaan ini. Tidak disebutkan bahwa si sulung kemudian ikut-ikutan seperti si bungsu yang meminta harta warisan kemudian pergi meninggalkan bapanya. Namun kemudian terlihat bagaimana hubungan si sulung dengan bapanya ketika si bungsu kembali setelah pergi dan menghabiskan harta bapanya.

Si sulung memang selalu ada dirumah bahkan senantiasa membantu pekerjaan bapanya dan menuruti perintah bapanya. Namun, yang menjadi persoalan dari si sulung adalah hilangnya komunikasi dengan bapanya. Dia marah kepada bapanya karena telah membuat pesta untuk menyambut kembalinya si bungsu.

Lukas 15:28-29 Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia. Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku.

Kemarahan si sulung sebenarnya dipicu dari tidak adanya hubungan yang dekat dengan bapanya. Tidak ada komunikasi yang intens diantara keduanya. Sebab seandainya si sulung memiliki hubungan yang dekat dengan bapanya, maka dia tentu tahu betapa bapanya itu sangat sedih dengan kepergian adiknya. Dia tahu bahwa bapanya sangat merindukan adiknya. Dengan demikian seharusnya dia juga akan merasa senang ketika si bungsu pulang.

Namun nyatanya tidak demikian. Si sulung tidak mau tahu bagaimana perasaan dan hati bapanya. Sampai-sampai bapanya harus menjelaskan bahwa dia juga mengasihi si sulung dengan mengatakan bahwa hartaku juga adalah hartamu serta menjelaskan bagaimana seharusnya si sulung ikut merasa senang dengan kembalinya si bungsu.

Lukas 15:31-32 Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu. Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."  

Terkadang kita terlalu sibuk melakukan pekerjaan dan pelayanan kepada Tuhan, sampai lupa untuk memiliki waktu berkomunikasi secara pribadi dengan Tuhan, berbicara dari hati kehati dengan Tuhan. Kemudian tanpa sadar kita menjadi tidak peduli akan hati Bapa. Yang kita tahu hanyalah kita sudah bekerja keras untuk Tuhan dan menuntut imbalan dari semua yang telah kita kerjakan.

Hubungan si sulung dengan bapanya menggambarkan sebuah hubungan tanpa keintiman. Artinya sebuah relasi yang terjalin hanya karena sebuah formalitas, tanpa adanya ikatan kasih yang muncul dari hati ke hati. Si sulung hanya melakukan apa yang seharusnya dia lakukan sebagai seorang anak, yaitu membantu pekerjaan bapanya, melayani, serta menuruti perintah, namun tidak ada kasih didalamnya.

RESPON BAPA TERHADAP SIKAP ANAK-ANAKNYA

Sikap si bungsu yang berfokus kepada harta dan si sulung yang hanya memikirkan upahnya, tentu bukanlah penggambaran relasi yang Tuhan inginkan. Namun hal tersebut memanglah jamak terjadi dalam sebuah hubungan antara manusia dan Tuhan. Lalu bagaimana respon seorang Bapa dalam perumpamaan itu sebagai penggambaran respon Tuhan akan sikap manusia seperti si bungsu dan si sulung?

Kerapkali kita kecewa dan marah ketika melihat orang lain sepertinya lebih diberkati. Kita kecewa ketika sudah merasa melakukan segalanya bagi Tuhan, namun tidak pernah mendapatkan seperti apa yang orang lain dapatkan.

Respon Bapa terhadap sikap si bungsu dan si sulung pada dasarnya sama, yaitu kasih seorang Bapa kepada anaknya. Seberapa besar pun kesalahan anaknya, bapa tetap menanti dan mengampuni bahkan memulihkan. Si Bapa tetap menerima si bungsu yang telah pergi meninggalkannya, serta tetap mau membujuk dan mendatangi si sulung yang sedang marah kepadanya.

Lukas 15:20 Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia. 

Lukas 15:28 Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia

Lukas 15:31-32 Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu. Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."

Semua respon tersebut memberi kita gambaran betapa Tuhan mengasihi kita, walaupun kita sering melakukan kesalahan, pergi meninggalkan Tuhan bahkan marah dan kecewa kepadaNya. Kasih yang kekal dari seorang Bapa kepada anak-anaknya, inilah dasar yang Tuhan inginkan dalam sebuah hubungan.

Bapa menginginkan sebuah hubungan yang karib dengan manusia. Lalu apa yang perlu kita lakukan untuk bisa terus hidup dalam persekutuan yang intim dengan Tuhan?

MENYADARI KEADAAN DIRINYA

Lukas 15:17 Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan. 

Hal pertama yang dapat membuat kita kembali memiliki persekutuan dengan Tuhan adalah menyadari keadaan diri kita yang telah jauh dari Tuhan. Seperti apa yang dilakukan oleh si anak bungsu itu. Dia menyadari keadaan dirinya yang telah jauh dari bapanya.

Si bungsu disadarkan setelah mengalami serangkaian hal buruk. Hartanya habis, terkena bencana kelaparan, kesulitan bekerja bahkan sampai dirinya tidak lebih berharga dari pada babi. Hal-hal buruk yang terjadi ketika dia jauh dari bapanya mengingatkannya atas keadaan hidupnya. Dia ingat masih ada bapanya yang berlimpah dalam segala hal. Bapanya yang selama ini dia tinggalkan.

Menyadari keadaan diri kita merupakan kunci agar kita dapat tetap memiliki persekutuan yang intim dengan Tuhan atau memperbaiki persekutuan tersebut jikalau memang sudah rusak. Tentu tidak perlu sampai mengalami seperti apa yang dialami si bungsu terlebih dahulu untuk kembali kepada Tuhan bukan?

Kisah ini ditulis bukan agar kita mengalami seperti yang anak bungsu alami. Kisah ini ditulis justru agar kita tidak mengalami hal yang sama. Jangan tunggu hal-hal buruk terjadi baru kemudian kita menyadari bahwa kita perlu Tuhan. Milikilah kesadaran diri setiap hari. Instropeksi diri dan berkacalah setiap hari, apakah kita masih dalam persekutuan yang intim dengan Tuhan atau sudah mulai melupakan Tuhan.

MENYADARI DAN MENGAKUI DOSA

15:18-21 Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa. Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia. Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa.

Setelah menyadari keadaan dirinya, si anak bungsu kemudian juga menyadari kesalahan dan dosanya. Dia bangkit dan melangkah kembali kepada bapanya, kemudian dengan rendah hati dia meminta pengampunan dan belas kasihan bapanya. Bahkan dia rela tidak diakui sebagai anak dan mau kalau hanya menjadi orang upahan bapanya saja.

Inilah tindakan penting yang perlu kita lakukan untuk memperbaiki persekutuan kita dengan Tuhan. Tidak berhenti hanya kepada ketika kita menyadari keadaan kita yang jauh dari Tuhan, tetapi juga menyadari dan mengakui kesalahan kita dihadapan Tuhan. Pertobatan bukan hanya mengaku dimulut tetapi juga bertindak dengan melangkah mendekat kepada Tuhan.

MERENDAHKAN DIRI

Semakin seorang dekat dengan Tuhan, semakin seseorang itu merasa bukan apa-apa. Seperti yang dialami oleh si bungsu. Ketika dia kembali kepada Tuhan, dia dengan sikap merendahkan diri. Si bungsu berkata bahwa dia tidak layak disebut sebagai anak. Dia memohon agar dijadikan salah seorang dari orang upahannya.

Berbeda dengan si sulung yang justru merasa lebih benar dari adiknya. Si sulung merasa telah melakukan banyak hal untuk bapanya dan senantiasa menuruti perintah bapanya, tidak seperti si bungsu yang hanya bisa menghabiskan harta dan pergi meninggalkan bapanya.

Lukas 15:29-30 Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia.

Pada akhirnya kita dapat melihat bahwa ada dua manusia yang kehilangan persekutuan dengan Tuhan. Pertama adalah si bungsu yang lebih mencintai harta dunia dan pergi meninggalkan Tuhan dan yang kedua adalah si sulung yang memang berada di rumah Tuhan, namun sesungguhnya tidak benar-benar mengasihi Tuhan. 

Bagaimana dengan kita? Adakah kita memiliki persekutuan dengan Tuhan seperti bapa dan anaknya? Adakah kita senantiasa rindu untuk bersama dengan Tuhan dan memiliki persekutuan yang dilandasi dengan saling mengasihi?

Posting Komentar untuk "Pesekutuan Yang Intim Dengan Tuhan"